Home > Sains

Matahari Telah Meledakkan Merkurius dengan Gelombang Plasma

Aktivitas matahari telah meningkat jauh lebih cepat dari yang diperkirakan para ilmuwan.
Merkurius melintasi matahari pada 11 November 2019. Gambar: NASA/SDO/HMI/AIA
Merkurius melintasi matahari pada 11 November 2019. Gambar: NASA/SDO/HMI/AIA

ANTARIKSA -- Gelombang plasma raksasa yang diluncurkan matahari menghantam Merkurius pada Selasa, 12 April 2022. Peristiwa itu kemungkinan memicu badai geomagnetik dan material gerusan dari permukaan planet nomor satu persebut.

Letusan dahsyat, yang dikenal sebagai coronal mass ejection (CME), terlihat memancar dari sisi terjauh matahari pada malam 11 April 2022 dan membutuhkan waktu kurang dari sehari untuk menghantam planet terdekat dengan bintang kita. Menurut SpaceWeather.com, hal itu berpengaruh pada atmosfer Merkurius dan bahkan menambahkan material ke ekor Merkurius yang mirip komet.

Gelombang plasma berasal dari bintik matahari, area di luar matahari yang memiliki medan magnet kuat. Bintik itu diciptakan oleh aliran muatan listrik yang terikat sebelum tiba-tiba patah. Energi dari proses gertakan ini dilepaskan dalam bentuk semburan radiasi yang disebut solar flare atau gelombang plasma (CMEs).

Di planet yang memiliki medan magnet kuat seperti Bumi, CME diserap dan memicu badai geomagnetik yang kuat. Selama badai ini, medan magnet bumi dikompresi sedikit oleh gelombang partikel berenergi tinggi, yang menetes ke bawah garis medan magnet di dekat kutub dan mengaduk molekul di atmosfer. Peristiwa itu akan melepaskan energi dalam bentuk cahaya yang kita kenal sebagai aurora, berwarna-warni di langit malam.

Pergerakan partikel bermuatan listrik ini dapat menginduksi medan magnet yang cukup kuat sehingga membuat satelit jatuh ke Bumi. Live Science sebelumnya melaporkan, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa badai geomagnetik ini bahkan dapat melumpuhkan internet.

Tidak seperti Bumi, bagaimanapun, Merkurius tidak memiliki medan magnet yang sangat kuat. Fakta ini, ditambah dengan kedekatannya dengan ejeksi plasma Matahari. Artinya, ia telah lama kehilangan atmosfer permanennya. Atom-atom yang tersisa di Merkurius terus menghilang ke luar angkasa, membentuk ekor seperti komet dari materi yang dikeluarkan di belakang planet.

Namun angin matahari (aliran konstan partikel bermuatan inti elemen seperti helium, karbon, nitrogen, neon, dan magnesium dari matahari) dan gelombang pasang partikel dari CME terus-menerus mengisi kembali sejumlah kecil atom Merkurius. Hal itu memberikannya fluktuasi, lapisan atmosfer yang tipis.

Sebelumnya, para ilmuwan tidak yakin apakah medan magnet Merkurius cukup kuat untuk memicu badai geomagnetik. Namun, penelitian yang diterbitkan dalam dua makalah di jurnal Nature Communications and Science China Technological Sciences pada Februari, telah membuktikan medan magnet memang cukup kuat. Makalah pertama menunjukkan Merkurius memiliki arus cincin, aliran partikel bermuatan berbentuk donat yang mengalir di sekitar garis medan antara kutub planet. Sementara makalah kedua menunjukkan arus cincin ini mampu memicu badai geomagnetik.

"Prosesnya sangat mirip dengan di Bumi," kata Hui Zhang, rekan penulis studi dan profesor fisika luar angkasa di Institut Geofisika Universitas Alaska Fairbanks. Perbedaan utamanya, kata dia, adalah ukuran planet dan Merkurius memiliki medan magnet yang lemah dan hampir tidak ada atmosfer.

Aktivitas matahari telah meningkat jauh lebih cepat daripada perkiraan sebelumnya. Matahari bergerak di antara aktivitas tertinggi dan terendah dalam siklus 11 tahun, tetapi karena mekanisme yang mendorong siklus matahari ini tidak dipahami dengan baik, sulit bagi para ilmuwan memprediksi panjang dan kekuatannya yang tepat.

Sumber: Space.com

× Image