Teleskop Webb Mengungkap Misteri Planet Paling Mirip Bumi, TRAPPIST-1b
ANTARIKSA -- Lima tahun lalu, Teleskop Luar Angkasa Spitzer inframerah milik NASA membantu menemukan tujuh planet ekstrasurya berbatu yang mengorbit bintang yang sama, TRAPPIST-1. Sistem planet itu begitu mirip dengan tata surya kita sehingga langsung menjadi perhatian para ilmuwan.
Saat ini, teleskop inframerah NASA yang baru, James Webb Space Telescope (JWST) mengukur suhu salah satu dunia tersebut, TRAPPIST-1b, yang sangat mirip dengan Bumi. Penelitian baru itu telah dipublikasikan di jurnal Nature.
Berita buruknya, kembaran Bumi itu hampir pasti tidak bisa dihuni. Para astronom menggunakan kamera mid-infrared JWST, yang disebut MIRI, untuk mencari emisi termal planet. Mereka menemukan TRAPPIST-1b sangat panas dengan suhu sekitar 450 derajat Fahrenheit atau 232 derajat selsius (setara kira suhu oven). Kemungkinan besar planet itu juga tidak memiliki atmosfer.
Penemuan tersebut adalah pemecah rekor pertama lainnya dari Webb. Teleskop terkuat itu terus menghasilkan capaian yang layak diberitakan sejak diluncurkan 2022 lalu.
"Ini adalah deteksi pertama dari segala bentuk cahaya yang dipancarkan oleh planet ekstrasurya sekecil dan sedingin planet berbatu di tata surya kita," kata pejabat NASA dalam sebuah pernyataan.
"Tidak ada teleskop sebelumnya yang memiliki kepekaan untuk mengukur cahaya redup mid-infrared seperti itu," kata Thomas Greene, astrofisikawan NASA dan penulis utama karya baru tersebut.
Penemuan awal dari tujuh exoplanet TRAPPIST-1 memicu kehebohan besar dalam komunitas astronomi. Sebab, semua planet jauh itu seukuran Bumi dan terletak di zona layak huni bintang mereka. Zona layak huni adalah wilayah yang jaraknya tepat dari bintang untuk kemungkinan adanya air cair di permukaan planet.
"Sistem TRAPPIST-1 adalah laboratorium hebat dan target terbaik yang kita miliki untuk melihat atmosfer planet berbatu," kata rekan penulis penelitian, Elsa Ducrot, seorang astronom di French Alternative Energies and Atomic Energy Commission (CEA).
Namun, jangan terlalu bersemangat bahwa dunia baru itu layak bagi manusia. Planet TRAPPIST-1 berada di luar jangkauan manusia saat ini, dengan jarak 378 triliun kilometer. Mereka juga mengorbit bintang yang jauh lebih kecil dan lebih merah dari matahari kita, yang dikenal sebagai bintang kerdil M.
"Ada sepuluh kali lebih banyak bintang-bintang seperti ini di Bima Sakti daripada bintang seperti matahari, dan mereka dua kali lebih mungkin memiliki planet berbatu daripada bintang seperti matahari," kata Greene.
Bintang kerdil M atau Katai-M yang melimpah ini adalah target yang jelas bagi para astronom yang mencari planet layak dihuni. Ilmuwan juga lebih mudah mengamati planet berbatu di sekitar bintang yang lebih kecil ini. Namun, ada satu tangkapan bahwa katai M jauh lebih aktif daripada matahari kita. Ia sering kali menyala dan memuntahkan sinar berenergi tinggi yang dapat merusak kehidupan ekstraterestrial yang sedang berkembang atau atmosfer planet yang mengorbitnya.
Pengamatan sebelumnya terhadap TRAPPIST-1b belum cukup mampu menentukan apakah ia memiliki atmosfer, atau apakah ia adalah batuan tandus. Planet ini terkunci secara pasang surut ke bintangnya, artinya satu sisi selalu menghadap bintangnya dan sisi lainnya terjebak pada malam yang abadi. Simulasi menunjukkan, jika dunia ini memiliki atmosfer, suhu planet akan lebih rendah karena udara akan mendistribusikan kembali panas di kedua sisinya.
Baca: TRAPPIST-1, Tata Surya Lain dengan 7 Planet Kembaran Bumi
Namun, JWST mencatat suhu yang jauh lebih panas, menunjukkan tidak ada atmosfer. Hal itu menghapus satu planet lagi dari daftar dunia yang mungkin dapat dihuni manusia.
Walaupun secara spesifik TRAPPIST-1b ditentukan tidak layak huni, ilmuwan memiliki kegembiraan lain. Hal terpenting adalah bahwa Teleskop Webb mampu melakukan pengukuran semacam itu dan akan terus melakukannya, menjelajahi atmosfer dan suhu di banyak dunia lain.
"Ada satu target yang saya impikan, dan itu yang ini (TRAPPIST-1b). Ini adalah pertama kalinya kami dapat mendeteksi emisi dari planet berbatu dan beriklim sedang. Ini adalah langkah yang sangat penting dalam kisah penemuan planet ekstrasurya," kata rekan penulis studi, Pierre-Olivier Lagage. Ia adalah salah satu pengembang MIRI, instrumen yang melakukan pengamatan tersebut. Sumber: Live Science