Home > Sains

Asal Usul Air Ditemukan, Bukan dari Tabrakan Asteroid (Perang dimulai)

Bumi tidak membutuhkan tabrakan asteroid untuk memproduksi airnya sendiri.
Planet biru kita yang cantik: Tiga perempat permukaan bumi ditutupi oleh air. Gambar: NASA
Planet biru kita yang cantik: Tiga perempat permukaan bumi ditutupi oleh air. Gambar: NASA

ANTARIKSA -- Para ilmuwan selama ini meyakini asal usul air bumi dibawa oleh komet es atau asteroid saat dunia kita yang kering baru lahir miliaran tahun lalu. Bertentangan dengan teori populer tersebut, penelitian terbaru menduga planet bumi telah menghasilkan pasokan airnya sendiri.

Air ini kemungkinan berasal dari interaksi kimiawi antara atmosfer yang kaya akan hidrogen dan lautan magma. Menurut para peneliti, atmosfer kaya hidrogen menyelimuti Bumi yang masih muda, sementara lautan magma hampir menutupi permukaan planet.

"Dalam kondisi ini, air terbentuk sebagai produk sampingan alami dari semua kimia yang terjadi," kata rekan penulis studi, Anat Shahar yang merupakan ilmuwan di Carnegie Institution for Science, Washington DC. Penelitian baru itu telah diterbitkan di jurnal Nature pada Rabu, 12 April 2023.

Bumi adalah planet paling unik di tata surya. Antara lain karena banyaknya air yang mendominasi permukaan planet, lebih dari 70 persen. Jumlah ini jauh lebih banyak daripada planet lain di lingkungan kosmik kita. Namun, kapan dan dari mana datangnya begitu banyak air, tetap menjadi misteri yang terus berlanjut. Para ilmuwan belum menemukan jawaban langsung dan konklusif terkait ini.

Satu teori populer berpendapat bahwa tabrakan asteroid kemungkinan menghasilkan sebagian besar air di planet ini. Namun, beberapa penelitian menunjukkan air yang terkunci di dalam asteroid secara kimiawi berbeda dari air di Bumi. Lalu sekarang, para ilmuwan mengatakan persediaan air yang menjadikan Bumi dunia samudra muncul berkat atmosfer yang kaya hidrogen di awal sejarah planet ini.

Menurut penelitian terbaru itu, air yang tumbuh di dalam planet akan terjadi jika proto-Bumi (cikal bakal bumi) yang baru lahir berukuran 0,2 hingga 0,3 kali ukurannya saat ini. Ukuran ini sedikit lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Untuk diketahui, Bumi terus tumbuh dengan mengumpulkan semakin banyak gas dan debu yang melimpah di sekitarnya.

Dalam hal ini, Bumi muda akan cukup masif bertahan di atmosfernya untuk waktu yang lama, sehingga jauh lebih kaya akan hidrogen daripada yang ada saat ini. Atmosfir bumi saat ini terdiri dari 78 persen nitrogen.

"Cukup dengan mengubah kondisi awal saat Bumi terbentuk, kita mampu menghasilkan banyak air yang masuk ke planet dan atmosfernya," kata Shahar kepada Space.com.

Kebetulan, atmosfer kaya hidrogen seperti itu terlihat di sekitar banyak planet berbatu yang baru terbentuk di luar tata surya kita. Jenis planet ekstrasurya yang paling umum adalah Bumi-super, dunia yang lebih besar dari Bumi tetapi lebih kecil dari Neptunus. Ada juga planet seperti raksasa es, Neptunus, tetapi ukurannya lebih kecil sehingga disebut mini-Neptunus. Para astronom sebelumnya telah menemukan bahwa atmosfer beberapa exoplanet ini memiliki jejak uap air, bahkan dunia yang memiliki suhu dan tekanan tinggi.

"Eksoplanet muda biasanya menampung atmosfer kaya hidrogen selama beberapa juta tahun pertama pertumbuhannya," kata Shahar. "Akhirnya selubung hidrogen ini menghilang, tetapi mereka meninggalkan jejak pada komposisi planet muda."

Jadi, alih-alih belajar tentang planet ekstrasurya dengan mempelajari Bumi, tim Shahar membalikkan aturan dengan memperlakukan Bumi sebagai planet ekstrasurya untuk memahami tahun-tahun awalnya, dengan cara yang baru. Memanfaatkan temuan dari studi planet ekstrasurya, tim ini mensimulasikan selubung hidrogen di sekitar Bumi muda dan mempelajari apa artinya selubung itu bagi evolusi planet.

"Apa yang kami temukan adalah dengan memperlakukan Bumi sebagai planet ekstrasurya (dikelilingi oleh hidrogen), kami dapat menjelaskan banyak karakteristik Bumi, termasuk kandungan airnya," kata Shahar.

Proses Munculnya Air di Bumi

Untuk penelitian tersebut, mereka mengembangkan model untuk mempelajari 25 senyawa dan 18 reaksi kimia yang berbeda. Mereka menemukan sejumlah besar hidrogen dari atmosfer akan bercampur dengan lautan magma cair di permukaan bawah, yang kemudian memadat untuk membentuk lapisan terbesar dan paling tebal di Bumi, yaitu mantel. Cadangan air yang melimpah di planet ini kemudian terbentuk sebagai konsekuensi sederhana dari reaksi kimia tersebut, demikian temuan mereka.

Tim tersebut mengatakan, pergerakan molekul hidrogen ringan dari atmosfer Bumi ke interior cairnya di awal sejarah Bumi menjawab dua pertanyaan yang sudah lama muncul; Berapa banyak air cair muncul di permukaan bumi dan mengapa inti planet, yang sebagian besar adalah besi, kurang padat dari yang seharusnya menurut para ilmuwan.

"Kami mempelajari sesuatu yang baru tentang planet kita sendiri dengan melihat kumpulan data besar planet ekstrasurya. Menjawab pertanyaan dari lensa ilmu Bumi dan astronomi adalah kuncinya!" kata Shahar.

Tentu saja penemuan terbaru ini tidak serta merta menjadikan teori asteroid, yang umum dipakai, tidak berlaku lagi. Perjalanan masih panjang, peperangan teori dan pembuktian masih harus dijalani oleh para ilmuwan. So, kita tunggu saja, mana yang masuk akal. Sumber: Space.com

× Image