Home > Sains

Ilmuwan: Magma Letusan Kilauea dan Mauna Loa Ternyata Berasal dari Mantel Bumi

Letusan itu tidak didorong oleh air seperti biasa, melainkan oleh CO2.
Gunung berapi basal memuntahkan lava yang sangat encer yang bergerak cepat dan jauh.Gambar: Salvatore Allegra Photography via Getty Images
Gunung berapi basal memuntahkan lava yang sangat encer yang bergerak cepat dan jauh.Gambar: Salvatore Allegra Photography via Getty Images

ANTARIKSA -- Gunung berapi yang duduk di dalam lempeng tektonik Bumi tidak meletus seperti yang diperkirakan para ilmuwan. Penelitian baru menyatakan, magma di dalam gunung berapi di sana didorong oleh karbon dioksida ke atas hingga keluar dari tanah. Awalnya, para ilmuwan memperkirakan magma itu didorong oleh air.

Magma ini juga menyembur dari cadangan yang jauh lebih dalam dari perkiraan sebelumnya. Ia berasal dari mantel bumi pada kedalaman 20 hingga 30 kilometer, bukan di kerak luar pada 7 hingga 13 km.

"Ini benar-benar mengubah paradigma tentang bagaimana letusan ini terjadi," kata rekan penulis penelitian, Esteban Gazel, seorang profesor teknik di Departemen Ilmu Bumi dan Atmosfer di Universitas Cornell.

"Semua model vulkanik didominasi oleh air sebagai pendorong utama letusan, tetapi air tidak ada hubungannya dengan gunung berapi ini. Karbon dioksida yang membawa magma ini dari dalam Bumi."

Para peneliti menyarankan bahwa CO2 dapat menjadi bahan bakar jenis letusan ini. Hal itu mengisyaratkan letusan yang sangat eksplosif tidak selalu memiliki konsentrasi air tertinggi di lava, tetapi studi baru akhirnya menegaskan teori ini.

Penemuan ini berkaitan dengan gunung berapi basaltik yang berada di dalam lempeng tektonik, bukan di tepinya. Gunung berapi basal memuntahkan lava yang memiliki viskositas lebih rendah daripada gunung berapi lainnya, artinya lebih cair dan bergerak lebih cepat. Gunung berapi ini bisa sangat eksplosif saat meletus, terutama jika lavanya relatif dingin dan menyembur ke permukaan dengan cepat. Hal itu bisa mengarah ke pembentukan kristal, dan kemudian terlempar ke seluruh lanskap.

Menurut penelitian baru tersebut, meskipun membentuk lebih dari separuh gunung berapi dunia, gunung berapi basaltik masih sedikit dipelajari dibandingkan dengan yang menghasilkan lava kental.

Perencanaan yang Lebih Baik

Contoh gunung berapi basaltik termasuk gunung berapi Kilauea dan Mauna Loa di Hawaii. Termasuk juga Pico do Fogo, gunung berapi di pulau Fogo kepulauan Cabo Verde di Samudra Atlantik.

Menurut penelitian tersebut, Pico do Fogo adalah salah satu gunung berapi pulau paling aktif di dunia. Pico do Fogo mengalami 30 letusan yang tercatat sejak pencatatan dimulai pada abad ke-15. Letusan terakhir berakhir pada 2015 setelah melapisi lahar cair di lebih dari 4 kilometer persegi tanah dan dua desa.

Para peneliti menganalisis komposisi kantong kecil lava cair yang terperangkap di bebatuan di Fogo dan menemukan bahwa mereka mengandung CO2 dalam jumlah tinggi. CO2 itu telah mengkristal pada tekanan yang konsisten dengan kedalaman 12 hingga 19 mil. Ini menyiratkan bahwa magma telah naik dari dalam mantel, bukan dari kerak bumi. Sedangkan para peneliti mengira pemisahan air menjadi gas dan cairan mendorong magma ke atas melalui tanah. Proses yang dikenal sebagai exsolution itu terjadi di kerak bumi. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan gelembung CO2 mendorong magma naik dari dalam mantel.

"Dulu kami mengira semua aksi terjadi di kerak bumi. Data kami menyiratkan bahwa magma datang langsung dari mantel, melewati kerak bumi dengan cepat," kata Gazel.

Penulis utama penelitian, Charlotte DeVitre, sekarang seorang peneliti postdoctoral di University of California, Berkeley, mengatakan, di gunung berapi Fogo, magma harus didorong dengan cepat oleh karbon dioksida. Hal itu kemungkinan memainkan peran penting dalam perilaku eksplosifnya. "Magma memiliki viskositas yang sangat rendah," katanya.

Penemuan ini dapat membantu mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh letusan tersebut. "Karena penyimpanan magma yang dalam tidak akan terdeteksi oleh deformasi tanah sampai pencairan mendekati permukaan. Ini berdampak penting bagi pemahaman kita tentang bahaya vulkanik," kata Gazel.

Gazel menambahkan, ilmuwan dapat mengembangkan rencana yang jauh lebih baik untuk letusan seperti itu di masa depan dengan pengukuran yang tepat. Hal itu memberi tahu kita di mana letusan dimulai, di mana magma mencair dan di mana disimpan, dan apa yang memicu letusan," kata dia. Sumber: Live Science

× Image